Selasa, 01 Mei 2012

laporan TORI


LAPORAN PRAKTIKUM
PRODUKSI TANAMAN OBAT DAN REMPAH
 “ Minuman Kesehatan (Cair Dan Instan Kering)”


Unib-BW

Oleh :
                                Nama      : Riana Yetmi
                                NPM         : E1J009014
                       

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2012
BAB I
ENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya untuk makan, tempat berteduh, pakaian, obat, pupuk, parfum, dan bahkan untuk kecantikan dapat diperoleh dari lingkungan. Sehingga kekayaan alam di sekitar manusia sebenarnya sedemikian rupa sangat bermanfaat dan belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan, atau bahkan dikembangkan.
Minuman kesehatan dapat berupa rebusan langsung atau bentuk instan kering yang di seduh air. Minuman rebusan merupakan cara yang sangat mudah dan sudah lazim dilakukan masyarakat, sedangkan instan kering proses pembuatannya lebih rumit dan perlu pengalaman.
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar E Y, 2006).
Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut WHO, negaranegara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003).

1.2 Tujuan Praktikum
            Mahasiswa dapat memahami dan membuat minuman kesehatan cair maupun kering.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar E Y, 2006).
            Tanaman obat keluarga (disingkat TOGA) adalah tanaman hasil budidaya rumahan yang berkhasiat sebagai obat. Taman obat keluarga pada hakekatnya adalah sebidang tanah, baik di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan. Kebun tanaman obat atau bahan obat dan selanjutnya dapat disalurkan kepada masyarakat, khususnya obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Budidaya tanaman obat untuk keluarga (TOGA) dapat memacu usaha kecil dan menengah di bidang obat-obatan herbal sekalipun dilakukan secara individual. Setiap keluarga dapat membudidayakan tanaman obat secara mandiri dan memanfaatkannya, sehingga akan terwujud prinsip kemandirian dalam pengobatan keluarga.
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003). Di Belgia, 70 orang harus menjalani dianalysis atau transplantasi ginjal akibat mengkonsumsi pelangsing dari tanaman yang keliru (WHO, 2003).
Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan ketrampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Buah mahkota dewa, misalnya, hanya boleh dikonsumsi dengan perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air. Sedangkan daun mindi baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dalam takaran air tertentu (Suarni, 2005).
Efek samping tanaman obat dapat digambarkan dalam tanaman dringo (Acorus calamus), yang biasa digunakan untuk mengobati stres. Tumbuhan ini memiliki kandungan senyawa bioaktif asaron. Senyawa ini punya struktur kimia mirip golongan amfetamin dan ekstasi. Dalam dosis rendah, dringo memang dapat memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif (penenang) terhadap sistem saraf pusat ((Manikandan S, dan Devi RS., 2005), (Sukandar E Y, 2006)).
Namun, jika digunakan dalam dosis tinggi malah memberikan efek sebaliknya, yakni meningkatkan aktivitas mental (psikoaktif) (Fang Y, et al., 2003). Asaron dringo, juga merupakan senyawa alami yang potensial sebagai pemicu timbulnya kanker, apalagi jika tanaman ini digunakan dalam waktu lama (Abel G, 1987). Di samping itu, dringo bisa menyebabkan penumpukan cairan di perut, mengakibatkan perubahan aktivitas pada jantung dan hati, serta dapat menimbulkan efek berbahaya pada usus ((Chamorro G, et al., 1999),(Garduno L, et al., 1997), (Lopez ML, et al., 1993)).
Berdasarkan fakta ilmiah itu, Federal Drugs of Administration (FDA) Amerika Serikat telah melarang penggunaan dringo secara internal, karena lebih banyak mendatangkan kerugian dari pada manfaat (Suarni, 2005). Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional meman belum banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segenggam atau pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam bahan tradisional amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bisa menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun.
Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. Sebagai contoh adalah daun Kecubung jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan digunakan sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh dan diminum dapat menyebabkan keracunan / mabuk (Patterson S, dan O’Hagan D., 2002).
Tujuan pembuatan ekstrak tanaman obat adalah untuk memindahkan zat-zat berkhasiat yang ada pada tanaman ke dalam larutan cair. Cara olah dengan bentuk cair bila dikonsumsi lebih efektif dibandingkan dengan bentuk lainnya. Karena zat yang terlarut lebih mudah diserap oleh organ tubuh, mengikuti alur perjalanan air yang diminum.























BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

1.   JAHE INSTAN
a.   Bahan/Alat : 1 kg Jahe merah yang sudah tua, 2 kg gula putih, 1 liter Air, parutan/blender, baskom, kuali, sendok penggorengan, dan kompor.
b.   Cara membuat :
1)     Jahe dikupas, dicuci, lalu diparut/dibelender untuk diperas dan disaring untuk diambil sarinya dengan 1 liter air.
2)     Air perasan jahe digongseng selama kurang lebih 3 jam, sampai air tersebut berubah menjadi bubuk jahe instan.
3)     Bubuk jahe didinginkan lalu dibungkus dalam plastik dan diberi label.
                                                                 
2.   Sup Rosela
a.   Bahan/Alat : rosella (kelopak) sebanyak 1 ons, air 1 liter, gula 2 ons (tanpa es), vanili secukupnya.
b.   Cara kerja :
1)   Semua bahan direbus dan busa yang timbul pada rebusan dibuang dengan cara disaring untuk mencegah sakit magh.
2)   Setelah air sudah berwarna seperti warna rosella dan sudah mendidih air diangkat dan didingankan.
3)   Siap untuk di minum.
3.   Agar Rosela
a.   Bahan/Alat : rosella (kelopak) sebanyak 1 ons (sisa pembuatan sirup rosella), air 1 liter, gula 2 ons (tanpa es), vanili secukupnya, agar-agar 2 bungkus.
b.   Cara kerja :
1)   Kelopak rosella diblender sampai halus dan disaring yang diambil adalah hasil saringan.
2)   Rosella direbus dengan 2 buah agar, setelah mendidih agar rosella diangkat dan didinginkan.
3)   Agar rosella siap untuk dimakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum
a)     Hasil akhir dari produk jahe instan adalah bubuk yang berbentuk kristal.
b)     Sirup rosella berwarna merah dengan rasa manis asam
c)      Agar-agar rosella ini rasanya dengan sirup rosella.

4.2 Pembahasan
            Pada era sekarang ini jahe instan sudah di jadikan salah satu industry yang menjanjikan. Tanaman jahe berkhasiat untuk sakit pegal-pegal, penyegar badan, obat kuat, anti radang, flu/pilek, batuk dan masuk angin.
            Jahe yang digunakan lebih banyak dalam jahe instan ini adalah jahe merah. Jahe merah memiliki rasa yan g lebih kuat dari pada jahe putih. Rasa yang dihasilkan jahe instan ini pedas dan manis, pedas disini bukan seperti pedas cabeh tetapi lebih ke panas jika dimakan.
            Jahe instan akan berwarna putih bersih jika pengadukan pada saat pengkristalan sangat kuat/tidak berhenti. Warna putih dari jahe instan juga dipengaruhi oleh berapa banyak jahe putih yang dicampurkan dalam pembuatnya. Dalam penggunaanya, jahe instan ini diseduh dengan air hangat dan untuk menambahkan rasa lain, itu tergantung pengguna, misalnya untuk lebih enak bisa menambahkan susu atau kopi.
            Bunga rosella yang paling bagus untuk pembuatan sirup rosella adalah berwarna merah pekat. Bunga rosella ini berfungsi untuk penyakit seperti diuretic, koleretik, peredaran darah, turunkan viscosits darah, hipertensi, tingkat kinerja usus, anti infeksi-bakteri, memperlamnat pertumbuhan pathogen, kram otot, mencegah pembentukan batu ginjal dan immunitas. Sirup bunga rosella rasanya asam manis. Rasa asam ini  berasal dari bunga roselanya sendfiri dan rasa manis berasal dari gula yang ditambahkan.



BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang dapat di berikan adalah tanaman obat yang dijadikan minuman langsung, kering ataupun sirup lebih enak untuk dikonsumsi.

DAFTAR PUSTAKA
Abel G, 1987, Chromosome-damaging effect of beta-asaron on human lymphocytes, Planta Med., 53(3): 251-3.
Chamorro G, Salazar M, Tamariz J, Diaz F, Labarrios F., 1999, Dominant lethal study of alphaasarone in male and female mice after sub-chronic treatment., Phytother Res., 13(4): 308-11.
Fang Y, Li L, Wu Q, 2003, Effects of beta-asaron on gene expression in mouse brain, Zhong Yao Cai, 26(9):650-2.
Garduno L, Salazar M, Salazar S, Morelos ME, Labarrios F, Tamariz J, Chamorro GA, 1997, Hypolipidaemic activity of alpha asarone in mice, J Ethnopharmacol, 55(2):161-3.
Lopez ML, Hernandez A, Chamorro G, Mendoza-Figueroa T, 1993, alpha-Asarone toxicity in longterm cultures of adult rat hepatocytes, Planta Med., 59(2):115-20.
Patterson S, O’Hagan D., 2002, Biosynthetic studies on the tropane alkaloid hyoscyamine in Datura stramonium; hyoscyamine is stable to in vivo oxidation and is not derived from littorine via a vicinal interchange process., Phytochemistry, 61(3): 323-9.
Suarni, 2005, Tanaman Obat tak Selamanya Aman, http://pikiranrakyat. com,
Sukandar E Y, Tren dan Paradigma Dunia Farmasi, Industri-Klinik- Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB, http://itb.ac.id/focus/ focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf
WHO, 2003, Traditional medicine, http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs134/en/,